Dear Pahlawanku – Surat Untuk Budhe Miyem

Assalamu’alaikum, Budhe…

Kutulis surat ini diam-diam. Aku bersyukur, dirimu belum mengenal internet, jadi insyaallah tidak akan bisa membacanya. Karena surat ini tidak akan pernah kukirimkan kepadamu.

Budhe, sejujurnya, aku sangat iri padamu. Aku iri dengan banyaknya kebersamaanmu dengan Nindy. Sebelas jam lebih, setiap hari, Senin sampai Jumat. Sedang aku yang ibunya asli, hanya menikmati kantuknya di malam dan dini hari.

Budhe, aku iri. Aku iri padamu yang selalu tahu perkembangan Nindy. Kamulah yang pertama kali tahu kapan Nindy tengkurap. Nantinya juga kapan Nindy mulai merangkak, mulai merambat, mulai berjalan. Moment-moment penting kehidupan anakku yang mungkin akan kulewati. Padahal aku juga ingin menjadi yang pertama melihatnya.

Budhe, lagi-lagi aku iri. Aku iri bila saat bersamaku, Nindy enggan melihat wajahku. Tapi ketika Budhe datang, dia dengan ceria menyambutmu. Dengan ringan diberikannya senyum termanisnya. Hatiku hancur Budhe. Aku ini ibunya…

Tapi Budhe, aku tahu, ini semua adalah konsekuensi dari keputusanku. Konsekuensi dari pilihan untuk menjadi ibu bekerja. Minimnya waktuku dengan Nindy adalah kesalahanku sendiri.

Maafkan aku, Budhe. Aku akan mencoba menekan rasa iri ini. Bagaimanapun, aku tidak bisa tanpa dirimu. Kamu yang dulu mengasuh adik-adik mz Nug, kini mau mengasuh anaknya mz Nug. Udah turun cucu ya, Budhe. Aku benar-benar tidak bisa percaya bila Nindy diasuh orang lain. Aku sungguh-sungguh butuh Budhe…

Terimakasih Budhe, sudah mau menjadi pengasuh Nindy. Terimakasih sudah membantu meringankan tugas-tugasku. Jangan bosan di sini, ya Budhe. Walau panas, walau rumahnya sempit, walau tidak setenang hidup di desa. Aku mohon, teruslah mendampingi keluarga ini.

NB: Tempe bacem Budhe adalah yang terenak di dunia ^-^v

“Postingan ini diikutsertakan dalam Kontes Dear Pahlawanku yang diselenggarakan oleh Lozz, Iyha dan Puteri

Sponsored by :

Blogcamp|LittleOstore|Tuptoday|Lozzcorner|Rumahtramoiey

17 pemikiran pada “Dear Pahlawanku – Surat Untuk Budhe Miyem

  1. nanti saya cari budhe Miyem ah.. saya ajari internetan supaya bisa baca surat ini.. sekalian saya minta bikinin tempe bacem 🙂

    matur nuwun mbak sudah berpartisipasi di acara kami.. artikelnya sudah saya catat sebagai peserta ya..

  2. Pernah juga ada temen di kantor yang pernah menulis hal senada denganmu, Nur. Sedih bacanya, kebayang besok anakku mungkin akan mengalami hal yang serupa. Tapi, harus optimis, insya Allah bisa menjadi ibu yang baik.
    BTW, semoga menang kontes menulisnya. 😀

    • iya, ini yg namanya resiko ibu bekerja ren… tapi katanya lama2 anak juga ngerti kok yg mana ibunya.. tetap optimis!

      amin..amin… ngiler hadiahnya soalnya buat anak2. Kalo masih kegedean ya disimpen buat nindy nanti 😀

  3. Untuk sosok kepahlawanan budhe miyem, tak perlu saya komentari lagi.. luar biasa *Osar juga punya sosok Nek iti yang selalu bikin daku iri… 🙂

    tulisan ini indah, sederhana, tapi luar biasa 🙂

    -artikel sedang dinilai-

  4. assalaamu’alaykum mba Nur, apa kabarnya? dateng2 kesini pas disuguhi postingan mengharu biru.. sbenernya lebih ideal ibu kandung yang mengasuh ya 🙂
    tapi siapapun pengasuh anak, smoga bisa menjadi madrasah terbaik dan memberikan pengaruh baik untuk ke depannya kelak, salamku untuk budhe dan nindy (yakin pasti budhe bingung tiba2 dapet salam :P)

Tinggalkan komentar